Hikayat Musafir dengan Tukang Mas
“Sekali peristiwa pada suatu tempat digali orang sebuah sumur. Maka pada suatu malam jatuhlah ke dalam sumur itu seorang pandai emas, seekor ular, seekor kera, dan singa seekor. Setelah sianglah hari, lalu di tempat itu seorang musafir. Demi kelihatanlah olehnya pandai emas bersama-sama dengan binatang-binatang itu dalam sumur, berpikirlah ia. “Tak mungkin ada amal yang lebih berharga untuk akhiratku,” katanya dalam hatinya, “daripada melepaskan orang itu dari musuh-musuhnya.”Maka diulurkannya seutas tali. Mula-mula bergantunglah kera, lalu ditariknya dan kera pun terlepas dari bahaya. Diulurkannya sekali lagi, dan terlepaslah ular. Sekali lagi diulurkannya bergantung pula singa, dan ia pun terlepas pulalah. Ketiga binatang itu mengucapkan terima kasih kepada musafir, seraya berkata, “Adapun orang itu janganlah tuan hamba keluarkan, karena manusia tiada pandai membalas guna.”
Kemudian kata kera, “Adapun tempat hamba adalah pada sebuah bukit dekat kota yang bernama Nawadiracht.” “Hamba pun di situ juga tempatnya,” kata singa menyela. “Dan hamba,” kata ular, “pun di situ.” “Oleh sebab itu,” kata binatang ketiganya, “kalau tuan hamba datang ke tempat itu, dan ada keperluan tuan hamba akan barang sesuatu, maka sebutlah nama kami, niscaya kami datang, membalas jasa tuan hamba sedapat-dapatnya.” Kemudian binatang itu pun pergilah.
Nasihat binatang itu tiada dipedulikan oleh musafir. Diulurkannya tali sekali lagi dan dilepaskannya tukang emas itu. “Tuan hamba telah melepaskan jiwa hamba,” kata tukang emas. “Oleh sebab itu jika tuan hamba sampai ke kota Nawadiracht, tanyakanlah rumah hamba, mudah-mudahan dapat juga hamba membalas budi tuan hamba itu hendaknya. Hamba ini pandai emas.”
Pada suatu ketika sampailah musafir ke kota Nawadiracht. Demi kera terlihat akan musafir itu, datanglah ia lalu sujud menjilat kakinya seraya berkata, “Adapun bangsa kera tidaklah mempunyai suatu apa pun jua. Sungguhpun demikian, sudilah tuan hamba menanti barang seketika di sini.” Maka pergilah kera, dan sesaat sudah itu kembali ia membawa buah-buahan yang lezat cita rasanya, diberikannya kepada musafir. Musafir pun makanlah dan terobatlah laparnya.
Sudah itu musafir berjalanlah pula. Sejurus antaranya bertemu ia dengan singa. Singa pun sujud menyembah sambil berkata, “Hamba berutang budi kepada tuan hamba. Oleh sebab itu sudilah tuan hamba menanti seketika di sini.” Lalu singa pun pergi dari situ masuk ke dalam taman tempat anak raja bermain-main. Anak raja itu dibunuhnya, diambilnya kalung lehernya, dibawanya kepada musafir. Demi musafir melihat barang perhiasan itu, teringatlah tukang emas olehnya.
“Binatang ini sudah memberiku perhiasan,” katanya. “Alangkah baiknya kalau aku datang kepada tukang emas. Dia yang tahu berapa harganya barang ini. Kalau dia seorang miskin pula, biarlah diambilnya seperdua daripada penjualannya, cukuplah diberikannya kepadaku yang seperdua lagi.”
Maka pergilah ia ke rumah tukang emas. Tatkala bertemu sangat hormat tukang emas menyambut dia. Kemudian ketika perhiasan itu diperlihatkan musafir kepadanya, tahulah pandai emas siapa yang empunya, karena barang itu ia yang membuatkan untuk anak raja dahulu. Maka berkata ia kepada musafir, “Istirahatlah tuan hamba barang seketika, hamba hendak pergi membeli makanan, karena di rumah tiada hamba menaruh makanan yang patut bagi tuan hamba.”
Kemudian keluarlah ia sambil berkata dalam hatinya, “Mujur aku. Sekarang terbuka jalan bagiku akan menjadi orang besar. Kuberitahukan kepada raja bahwa orang yang membunuh putra baginda dan merampas perhiasannya ada di rumahku. Tak boleh tidak aku diberi raja karunia yang besar.” Maka masuklah ia menghadap, dan diadukan musafir itu kepada baginda. Ketika itu juga raja pun bertitah menyuruh menangkap musafir itu. Demi baginda melihat perhiasan itu ada padanya, murkalah baginda, lalu bertitah menyuruh memenjarakan dan menyiksanya, kemudian supaya diarak berkeliling kota, sudah itu dibunuh.
Mendengar titah raja demikian, musafir pun menangislah seraya berkata, “Kalau nasihat binatang itu kuturuti dahulu barangkali tiadalah akan begini halku.” Maka merataplah ia hingga kedengaran oleh ular. Ular pun datang menemuinya. Karena kasihan melihat hal orang itu, ular pun berusaha hendak melepaskannya. Dipatuknya putra mahkota, lalu sudah itu ia pergi mendapatkan sahabatnya seorang jin. Disuruhnya jin mengganggu putra itu dalam tidurnya mengatakan kepadanya, bahwa ia akan sembuh sebelum diobati oleh musafir yang terpenjara karena teraniaya itu. Sudah itu pergi pula ia bertemu dengan musafir.
“Dahulu sudah juga kami larang tuan hamba melepaskan musuh itu,” katanya, “tetapi tuan hamba tiada mau mendengar kata kami. Sekarang jika datang tuan pesuruh raja menyuruh mengobati putra baginda, beri minumlah anak itu dengan air daun kayu ini, mudah-mudahan sembuh ia. Kemudian kalau ditanya raja hal ihwal tuan hamba, ceritakanlah kepada baginda dengan sebenar-benarnya. Mudah-mudahan terlepas tuan hamba dari hukuman.”
Demi raja melihat anaknya digigit ular, dipanggilnyalah semua tabib dalam negeri, disuruhnya mengobati. Tetapi berapa pun diobati tiada juga putra itu sembuh. Kemudian pada suatu malam putra itu bermimpi, serasa ada orang datang kepadanya mengatakan, kalau ia hendak sembuh, haruslah ia berobat kepada musafir yang terpenjara itu. Ketika mimpi itu dikabarkan kepada raja, dipanggil bagindalah musafir itu, disuruhnya memanterakan anaknya.
“Patik tiada pandai bermantra, Tuanku,” jawab musafir itu. “Tetapi cobalah putra itu diberi minum air daun ini mudah-mudahan sembuh dia.”
Setelah putra raja diberi minum air daun itu, maka melihat izin Tuhan sembuhlah dia. Sangatlah sukacita raja melihat ananda sembuh, dan musafir itu pun dikaruniai baginda anugerah besar. Kemudian baginda pun bertanyalah akan hal ihwalnya. Oleh musafir semua keadaannya diceritakan kepada raja. Mendengar cerita musafir itu murkalah baginda kepada pandai emas, lalu disuruh baginda tangkap dan sulakan. Maka disulakan oranglah pandai emas itu. Demikianlah kalau orang melakukan perbuatan keji, air susu dibalas dengan tuba.
SINOPSIS
Dahulu kala ada seorang menggali sumur di suatu tempat. Suatu malam, seorang pandai emas beserta ular, kera, dan singa yang masing-masing jumlahnya seekor jatuh ke dalam sumur tersebut. Siang harinya, melintaslah seorang musafir. Dilihatnya pandai emas dan binatang-binatang itu, lalu ia ulurkan seutas tali. Dikeluarkannya kera, ular, serta singa. Ketiga binatang itu berterima kasih seraya berkata, “Janganlah tuan keluarkan manusia itu, karena ia tidak pandai membalas budi.”Kemudian mereka berkata, “Tempat kami adalah di bukit dekat kota Nawadiracht, jika tuan datang ke sana, dan ada suatu keperluan, maka sebutlah nama kami. Niscaya kami datang, membalas jasa tuan sebisa kami.” Lalu pergilah binatang itu.
Namun sang musafir tidak memperdulikan nasihat binatang tadi. Ia ulurkan lagi seutas tali dan mengeluarkan pandai emas. Pandai emas mengucapkan terima kasih dan menawarkan bantuan jika seorang musafir itu datang ke Nawadiracht.
Ketika musafir sampai di Nawadiracht, kera bersujud dan menjilat kakinya dan memintanya agar berhenti sebentar. Kera pun pergi mencari buah-buahan untuk diberikan kepada musafir. Sekembalinya si kera, musafir memakan buah-buahan yang lezat itu dan terobatilah laparnya.
Sang musafir kembali berjalan dan bertemu dengan singa. Singa pun bersujud dan memintanya berhenti sebentar. Kemudian singa pergi masuk ke taman tempat bermain anak raja. Dibunuhnya anak itu, diambilnya kalung di lehernya, dan diberikan kepada musafir sebagai balas budi.
Musafir melanjutkan perjalanannya dan mencari rumah pandai emas. Dalam hatinya ia berkata, jika si pandai emas itu miskin, akan dibaginya seperdua dari hasil penjualan kalung itu. Sesampainya di sana, diperlihatkannya perhiasan itu kepada pandai emas. Pandai emas tahu bahwa perhiasan tersebut adalah milik anak raja. Diadukannya sang musafir kepada baginda raja. Seketika sang baginda raja murka dan menyuruh memenjarakan musafir.
Musafir menangis sejadi-jadinya dan menyesali akan nasibnya karena tidak menuruti nasihat binatang. Ular pun mendengar tangisan sang musafir, dan menaruh kasihan terhadapnya. Dipatuknya putra mahkota raja dan pergi menemui jin sebagai usaha melepaskan musafir.
Ular menyuruh musafir menuruti kata-katanya untuk memberi minum air daun kayu kepada putra raja, jika datang persuruhnya untuk menyuruh mengobati putra baginda itu.
Raja memanggil seluruh tabib di negerinya untuk mengobati anaknya. Namun tiada satupun yang berhasil menyembuhkan putra mahkota. Pada suatu malam putra itu bermimpi, ada seseorang yang menyuruhnya menemui musafir jika ingin sembuh. Ketika mimpi itu diceritakannya pada raja, langsung saja baginda raja memanggil musafir.
Kemudian musafir melakukan apa yang dikatakan oleh ular, yaitu memberi minum air daun kayu pada anak raja. Baginda raja sangat bahagia melihat anaknya sembuh, dan melepaskan musafir dari semua hukuman. Musafir sangat senang dan menceritakan semua yang terjadi. Raja sangat murka kepada pandai emas, dan memenjarakan sekaligus menyiksa pandai emas.
Thank yew yaa :)
BalasHapus