Bahasa adalah alat
utama bagi manusia untuk berkomunikasi. Melalui bahasa, manusia dapat
mengekspresikan diri dan memanipulasi objek dalam lingkungannya. Bahasa yang
diciptakan dan dimiliki oleh manusia sangatlah unik dan rumit; berbeda dengan
bahasa yang dimiliki oleh binatang. Bahasa dalam dunia binatang sangat terbatas
dan diwariskan turun-temurun dengan mengalami sedikit—atau bahkan tidak sama
sekali—perubahan. Sedangkan bahasa yang dimiliki oleh manusia mencakup bidang
yang lebih luas dan relatif banyak mengalami perubahan seiring dengan
berjalannya waktu.
Perbedaan letak geografis menjadi salah satu faktor
penyebab beragamnya bahasa yang dimiliki oleh manusia. Sebut saja bahasa
Inggris, bahasa Indonesia, bahasa Melayu, dan lain-lain. Bahasa yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia sendiri begitu beragam; ada sekitar 115 bahasa daerah
yang diperkirakan tersebar dari Sabang hingga Merauke.
Tidak
mau ketinggalan, para remaja juga menciptakan bahasa mereka sendiri, yang
mereka sebut dengan Bahasa Gaul. Bahasa ini awalnya tercipta karena adanya
keinginan untuk menyampaikan hal-hal yang bersifat tertutup untuk kelompok usia
tertentu. Salah satu contohnya adalah bahasa yang diciptakan oleh para Kera Ngalam alias Arek Malang (Indonesia: anak Malang), yaitu Boso Walikan.
Memang awalnya Boso
Walikan ini dipopulerkan oleh anak usia remaja hingga pemuda di kota
Malang, namun kini bahasa ini umum digunakan oleh penduduk Malang Raya tanpa
memandang jenjang usia. Penggunaannya pun melalui media yang cukup beragam;
mulai dari percakapan sehari-hari hingga kolom khusus di sebuah surat kabar
lokal. Boso Walikan ini pun telah
mulai digunakan di luar wilayah Malang; umumnya disebarluaskan oleh penduduk
Malang Raya yang tengah menimba ilmu maupun bekerja di luar kota.
Bahasa ini cukup mudah untuk dipahami dan dipelajari;
penggunanya cukup mengubah susunan kata dalam bahasa Jawa maupun bahasa
Indonesia yang biasanya ditulis dan dieja dari kiri ke kanan menjadi dari kanan
ke kiri. Contohnya adalah kadit yang
berarti ‘tidak’ dan kodew yang
berarti ‘wedok’ (Indonesia: perempuan). Tidak semua kata dalam satu kalimat
harus dibalik untuk bisa disebut sebagai Boso
Walikan. Salah satu contoh kalimat dalam percakapan misalnya “Hen, besok ayas mampir ke hamurmu, jam 12 umak nganggur kan? Nuwus,” yang artinya, “Hen, besok saya mampir ke rumahmu, jam 12
kamu menganggur kan? Terimakasih.”
Meskipun Boso
Walikan ini relatif mudah dipahami dan dipelajari, namun masih banyak hal yang
dapat menyebabkan terjadinya salah persepsi apabila sembarangan digunakan di
depan orang yang masih sama sekali asing dengan bahasa ini. Sebagai contoh, ngalam yang berarti ‘malang’ agak sulit
dipahami orang yang baru mempelajari bahasa ini karena apabila kata ngalam dibalik dengan urutan yang benar,
maka akan terbaca sebagai ‘malagn’. Begitu pula dengan kata Ongis Nade (Indonesia: Singa Gila) yang umum digunakan untuk menggambarkan
salah satu kesebelasan andalan kota Malang, apabila dibalik dengan urutan yang
benar maka akan terbaca ‘Singno Edan’.
Bagaimanapun, Boso
Walikan ini bukanlah sekedar bahasa gaul yang sekarang sedang tren dan akan
kehilangan pamornya dalam waktu dekat seperti bahasa-bahasa gaul lainnya.
Bahasa ini lebih cocok disebut sebagai ciri khas Malang Raya yang patut
dilestarikan. Walaupun begitu, sebaiknya penggunanya lebih berhati-hati dalam
memilih kata yang akan di-walik dan
menyesuaikan penggunaannya dengan situasi yang ada; jangan sampai ada stigma
bahwa Boso Walikan ini hanyalah
digunakan untuk menyamarkan kata-kata kotor dan umpatan.
Apapun bahasanya, dari mana pun asalnya, se-nyeleneh apa pun bentuknya,
keanekaragaman bahasa adalah salah satu bukti peradaban manusia. Oleh karena
itu, marilah kita melestarikan bahasa-bahasa yang ada di sekitar kita—khususnya
Boso Walikan karya Kera Ngalam yang unik ini.
Boso malangan bukan boso walikan,beda.boso malangan tidak asal dibalik tapi ada estetikanya.ojir(uang)ebes(orang tua)idrek(kerja)hayam(bersetubuh)asaib/nolab(pelacur) adlh bbrp contoh boso malangan bukan boso walikan
BalasHapus